MEREBAKNYA virus Covid-19 memaksa kita menghadapi situasi yang tak biasa. Pemberitaan media tentang pandemi yang mengubah banyak kebiasaan itu makin meluas seiring persepsi publik yang juga beragam.
Virus Corona jenis baru ini sungguh membuat banyak negara mengalami kepanikan dan kekhawatiran, termasuk Indonesia. Penyebaran yang luar biasa cepat membuat semua pihak melakukan tindakan-tindakan preventif agar bisa meminimalkan jumlah korban. Sejak ditemukan pertama kali pada Desember 2022 di Wuhan, Cina, virus yang satu ini sudah menjadikan semua orang lebih perhatian pada masalah kesehatan.
Terkait hal tersebut, para ahli di berbagai bidang melakukan bermacam kajian untuk menghambat penyebaran Covid-19 ini selama obat atau vaksinnya masih belum ditemukan. Kita sering mendapat anjuran yang intensif agar berupaya semaksimal mungkin terhindar dari virus mematikan ini. Langkah-langkah yang dapat meminimalisir penyebaran Covid-19 antara lain mengedukasi masyarakat tentang upaya pencegahan penyebaran Covid-19 seperti penggunaan masker ketika berada sekitar orang lain, mencuci tangan sesering mungkin, menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain, tinggal di rumah dan mengisolasi diri dari orang lain ketika sakit.
Selain itu, menghindari keramaian, menghindari ruangan yang berventilasi buruk, menutup mulut dengan tisu saat batuk dan bersin, dan rutin membersihkan permukaan yang sering disentuh. Tindakan pencegahan terus didengungkan dan diharapkan bisa menjadi langkah meminimalisir penyebarannya. Kita bisa dengan mudah membaca anjuran itu di tempat-tempat umum, seperti di Puskesmas, rumah sakit, tempat ibadah, sepanjang jalan protokol, ujung kampung, pos satpam, dan tempat-tempat lain yang mudah diakses oleh masyarakat. Selain itu, juga bisa dengan mudah ditemukan di televisi, radio, dan berbagai media, baik online maupun offline, sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat agar jumlah korban tidak terus bertambah.
Sejak mulai terdeteksi, penyebaran Covid-19 diumumkan pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 oleh Pemerintah Indonesia. Pengumuman itu menjadi penanda awal, bahwa virus ini telah masuk ke Indonesia, hingga membuat banyak pihak terkejut dan panik. Kepanikan itu sebenarnya telah diredam oleh pemerintah, tetapi masyarakat tetap saja tidak bisa tenang.
Apalagi, dengan alasan keamanan dan keselamatan semua pihak, pemerintah mengambil langkah lockdown yang membuat masyarakat sulit atau bahkan tidak bisa beraktivitas di luar rumah. Kepanikan itu berimbas pada kekhawatiran akan sulitnya memperoleh barang-barang tertentu selama pandemi melanda. Kepanikan itu membuat masyarakat melakukan panic buying, dengan membeli bahan makanan pokok dan berbagai produk kesehatan, seperti masker, hand sanitizer, dan sabun dalam jumlah yang besar.
Pemberitaan adanya panic buying yang dilakukan oleh sebagian masyarakat ini merambat sampai ke banyak kota besar, seperti Semarang, Surabaya, dan Bali. Hal ini menjadi bukti, bahwa saat pandemi, bukan hanya penyakit dan penyebarannya yang cepat penularannya, tetapi kecemasan sosial dan ekonomi juga bisa cepat penyebarannya. Luar biasa, bukan? Oleh karena itu, pemerintah melakukan tindakan cepat menyikapi situasi ini dengan membentuk Satuan Tugas Covid-19.
Salah satu yang memainkan peranan penting dalam mengendalikan penyebaran virus ini adalah program vaksinasi. Beberapa jenis vaksin telah diberikan kepada masyarakat untuk mengekang penyebaran Covid-19 sampai batas tertentu, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, dan Johnson. Terlepas dari adanya perbedaan pemahaman tentang halal haramnya, beserta kenyataan efek samping pasca pemberian vaksin sehingga sebagian masyarakat tidak menggunakannya, pemberian vaksin ini diakui banyak pihak telah membantu menurunkan tingkat keparahan penyakit dan populasi manusia yang rentan tertular virus. Menurut Ketua Dewan Pers, M. NUH, sikap sebagian masyarakat yang tidak mau divaksin misalnya, bisa jadi karena beredarnya aneka macam rumors tentang dampak ikutan vaksinasi yang menimbulkan keraguan dan ketakutan masyarakat untuk menerima vaksin.
Peran media dalam hal pengendalian penyebaran Covid-19 terbukti sangat penting. Perilaku dan gaya hidup masyarakat yang berubah selama pandemi ini tidak lepas dari peran media massa yang cukup sigap dan gencar memberitakan segala hal terkait pandemi. Meskipun kadang pemberitaan membuat panik saat mengabarkan info terkini tentang korban yang kadang jumlahnya cukup signifikan, kita sebaiknya tidak mengabaikan peran yang lain dari media massa ini yang justru membantu mengendalikan penyebaran virus.
Peran itu adalah memberitakan info terkini seputar virus ini agar masyarakat lebih waspada, memberikan informasi tentang protokol kesehatan yang wajib diterapkan, terlebih jika ada varian baru yang harus diwaspadai, menangkal pemberitaan hoax yang mempengaruhi pola pikir masyarakat dengan mengganti berita jujur yang lebih menenangkan.
Jauh sebelum adanya pandami Covid-19, pengaruh kampanye media dalam pengendalian penyakit menular sudah dikaji oleh para ilmuwan di bidang matematika. Para peneliti menggunakan model matematika dengan mempertimbangkan dampak kampanye media terhadap dinamika penyebaran penyakit menular seperti: HIV/AIDS, Flu Burung, Listeriosis dan penyakit dengan perantara vektor.
Analisis model mengungkapkan bahwa jumlah infeksi menurun dengan peningkatan kampanye media. Sebagai contoh, Pawelek, dkk. (2014) telah mengkaji efek kampanye media melalui pesan di Twitter untuk mengurangi tingkat penularan virus influenza. Hasil penelitian Pawelek, dkk. mengungkapkan bahwa kampanye media melalui pesan di Twitter tersebut memiliki pengaruh besar pada dinamika penyebaran penyakit influenza.
Menurut Misra, dkk (2018), saat ini media sosial merupakan platform penting untuk menyebarkan informasi mengenai risiko infeksi dan pengendaliannya. Iklan TV memiliki kapasitas untuk mempengaruhi populasi besar (orang-orang yang kurang berpendidikan juga), dengan waktu yang singkat dan efektif. Dari sini masuk akal untuk mengasumsikan bahwa jumlah kumulatif iklan TV dan media sosial meningkat sebanding dengan jumlah individu yang terinfeksi dan tingkat pertumbuhannya menurun dengan meningkatnya jumlah individu yang aware karena biaya juga terlibat dalam penyiaran informasi. Kajian model yang dilakukan oleh Misra, dkk tersebut menunjukkan bahwa iklan TV dan media sosial tentang penyebaran penyakit menular berpotensi membawa perubahan perilaku masyarakat dan pengendalian penyebaran penyakit.
Menyikapi kenyataan tersebut, sekali lagi, kita dituntut untuk tidak langsung reaktif menghadapi pemberitaan seputar penyakit menular seperti COVID-19. Kita sebaiknya tidak hanya mengandalkan media sosial dalam memperoleh informasi. Hal ini karena media sosial tidak memiliki kontrol dalam menginformasikan berita dibandingkan media konvensional.
Itulah sebabnya, kita harus selalu memilah dan memilih berita, juga mendukung pemerintah dalam hal peningkatan literasi agar bisa lebih cermat menyaring berita. Adanya kampanye media yang makin masif ini, para pemangku kebijakan diharapkan dapat bersinergi dengan media massa dan juga dengan berbagai pihak sehingga bisa lebih mempercepat penanganan penyebaran penyakit menular di Indonesia.
*) Prof. Dr. Fatmawati, M.Si, Guru Besar dalam bidang Pemodelan Matematika Universitas Airlangga